
Pojokdesa.id – Perubahan zaman yang semakin maju dengan berbagai gemerlap pernak pernik kehidupan tanpa sadar telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia moderen hari ini.
Terlebih perkembangan tekhnologi yang terintegrasi dengan jaringan internet membuat manusia semakin mudah melakukan interaksi antar sesama tanpa jarak yang menghalangi dan mempermudah seseorang mengakses informasi yang dibutuhkan tanpa harus repot bersusah paya mencari tahu dan meneliti sumber informasi tersebut. Semuanya terkoneksi dam terintegrasi dengan teknologi dan jaringan internet.
Melansir tulisan dari majalah Mongabay, kemajuan teknologi dan jaringan internet tanpa sadar menggeser budaya dalam studi ilmu ekologi dengan alam sebagai sumber primer disiplin ilmu pengetahuan tersebut.
Dahulu, pendidikan seorang ahli ekologi tak terpisahkan dari lumpur rawa di sepatu bot dan aroma tanah basah setelah hujan. Namun kini, ekologi sebagai disiplin ilmu semakin berpindah ke dalam ruangan, mengandalkan teknologi penginderaan jauh, analisis laboratorium, dan sintesis data skala besar.
Dalam makalah yang diterbitkan di Trends in Ecology & Evolution, Masashi Soga dan Kevin J. Gaston menyoroti tren penurunan kerja lapangan dalam pendidikan dan penelitian ekologi, sebuah gejala yang mencerminkan semakin menipisnya hubungan manusia dengan alam.
Pergeseran ini didorong oleh berbagai faktor: keterbatasan dana dan waktu, tantangan logistik di institusi perkotaan, serta dorongan mengurangi jejak karbon. Ditambah lagi, kehadiran teknologi seperti drone, kamera jebak, dan eDNA mengaburkan pentingnya observasi langsung di alam.
Meski teknologi-teknologi ini membawa manfaat besar—seperti efisiensi biaya, cakupan data yang luas, serta pengurangan dampak etis dalam penelitian lintas negara—ada dimensi yang hilang ketika ekologi dipisahkan dari lingkungan yang ingin dipahaminya.
Studi langsung masih menjadi fondasi penting dalam memahami perilaku spesies dan dinamika keanekaragaman hayati, serta membentuk pengalaman belajar yang kuat bagi siswa. Tanpa keterlibatan fisik di alam, risiko salah tafsir data meningkat, dan minat terhadap konservasi bisa melemah.
Soga dan Gaston menekankan perlunya keseimbangan: meskipun pemodelan dan analisis data adalah alat penting, keduanya tidak dapat menggantikan kedalaman pengalaman yang hanya dapat diperoleh melalui kerja lapangan.
Jika ekologi terus menjauh dari ekosistem yang ingin dilindunginya, maka disiplin ini bukan hanya kehilangan data, tetapi juga koneksi fundamentalnya dengan alam.