
Dr. Muhammad Adib. M.Ag. Rektor Universitas Islam Alqolam (UNIQ) Malang, Jawa Timur.
Pojokdesa.id – NUSANTARA – Salah satu gagasan pemikiran Islam yang menuai kontroversi masyarakat khususnya ummat Islam Indonesia di dekade 2015 sampai 2019 silam ialah gagasan pemikiran Islam Nusantara.
Gagasan pemikiran Islam Nusantara yang lahir dari hasil telaah ulama dan kiyai Indonesia ini sempat mewarnai topik perbincangan hangat di publik.
Khususnya warga NU tatkala Islam Nusantara diangkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai tema Muktamar ke 33 yang berlangsung di Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, Jawa Timur, 2015 silam.
Gagasan Islam Nusantara yang belum terlalu familiar di kalangan masyarakat khususnya warga NU ini menimbulkan gejolak yang membuat Muktamar NU ke 33 di Jombang kala itu sempat memanas antara kelompok pro Islam Nusantara dan kelompok yang menolak gagasan tersebut.
Tak hanya di kalangan masyarakat NU, Islam Nusantara yang sempat mewarnai narasi pemberitaan di publik tatkala Presiden Jokowi pada 2015 silam mendukung gagasan Islam Nusantara yang dicetuskan oleh para kiyai dan ulama ini di acara Istighosah akbar yang berlangsung di Masjid Istiqlal Jakarta pada 2015 silam.
Tak usai sampai di situ, ketika Pilkada Jakarta 2017 silam sedang berlangsung, suksesi kepala daerah yang di warnai dengan persoalan penistaan agama oleh salah satu calon kuat Gubernur DKI kala itu juga diseret menjadi narasi hujatan di media sosial.
Sikap PBNU yang kala itu memilih untuk tidak membesar-besarkan persoalan tersebut dan menganjurkan masyarakat khususnya warga NU untuk tidak terpengaruh narasi penistaan agama juga menjadi sasaran hujatan di media sosial.
Polemik Pilkada Jakarta 2017 terus berlanjut sampai Pilpres 2019, isu agama dan ujaran kebencian yang dibungkus dengan muatan isu agama antar pendukung dan kelompok pro Islam Nusantara dan menolak bahkan menghujat Islam Nusantara sangat sering mewarnai beranda sosial dan menjadi perdebatan masyarakat di priode tahun politik tersebut.
Namun seiring berjalannya waktu, pasca perhelatan Akbar Pilpres 2019 silam selesai dan pandemi Covid-19 mulai ramai di pemberitaan, Islam Nusantara sebagai gagasan pemikiran yang lahir dari hasil Ijtihad para ulama dan kiyai Indonesia ini tak lagi menarik untuk jadi bahan perbincangan publik.
Gagasan pemikiran yang mencirikan ajaran agama Islam yang moderat dan toleransi terhadap keberagaman ini lambat laun semakin pudar. Untuk tetapi melestarikan gagasan pemikiran tersebut. Pojokdesa.id mengangkat kembali Islam Nusantara sebagai narasi Islam yang ramah, berbudaya, toleransi dan berperadaban ini dalam tulisan yang dikutip dari berbagai sumber tokoh intelektual Islam dan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia untuk mengingat kembali publik terhadap gagasan pemikiran Islam Nusantara sebagai wajah Islam yang rahmatan lil’-alamin.
Mengutip pandangan ketua umum PBNU Priode 2010-2020, Profesor, Dr. KH. Said Aqil Siraj, mengatakan Islam Nusantara adalah ”Mumayizaat Khasshais” (Tipologi atau karakter Khusus) Islam yang santun, berbudaya, ramah, toleran, berakhlak dan berperadaban.
Ketua umum PBNU dua priode ini mengatakan sebagai teologi Islam yang berkembang di Nusantara ini memiliki cirikhas khusus yang menggambarkan wajah Islam rahmatan lil’-alamin.
Beliau menambahkan tipologi tersebut bukan Ajaran atau Mazhab Islamiyah yang baru dicetuskan melainkan ajaran yang sudah ada sejak awal priode islamisasi di Nusantara dan berkembang menjadi agama mayoritas masyarakat di Nusantara.
“Islam Nusantara bukan Mazhab bukan Aliran tapi tipologi Mumayizaat Khasshais. Islam yang santun, berbudaya, ramah, toleran, berbudaya, berakhlak dan berperadaban inilah Islam Nusantara”. Ungkap KH. Said Aqil Siraj di NU Online pada 2019 silam.
Sejalan dengan pandangan umum PBNU Priode 2010-2020, Dr. Muhammad Adib tokoh intelektual Islam sekaligus Rektor Universitas Islam Alqolam (UNIQ) Malang ini menyampaikan pandangan Islam Nusantara sebagai Manhaj (metodologi) memahami, menerapkan dan mengembangkan Islam di suatu wilayah geografis Nusantara.
Rektor UNIQ Malang sekaligus dewan pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Ganjar Gondanglegi Kabupaten Malang ini menambahkan sebagai manhaj Islamiyah (metodelogi memahami, menerapkan mengembangkan Islam) Islam Nusantara merupakan cara faktual yang dilakukan para ulama terdahulu dalam proses islamisasi di Nusantara.
“Islam Nusantara adalah metode (manhaj) terkait bagaimana memahami, menerapkan, dan mengembangkan Islam yang rahmatan lil-‘alamin pada suatu kawasan geografis tertentu, yakni Nusantara, sekaligus realitas empiris dari penerapan manhaj tersebut oleh para ulama kita sejak era Islamisasi awal di Nusantara.” Ujar Dr. Muhammad Adib dalam Jurnal pribadi yang ia tulis pada tahun 2018 silam.
Menurut rektor yang akrab disapa Gus Adib ini, Islam Nusantara yang menjadi metodologi ajaran agama Islam rahmatan lil’-alamin yang berkembang di Nusantara ini memiliki karakteristik dan cirikhas khusus pemaknaan Islam yang kontekstual dengan budaya masyarakat Nusantara.
Setidaknya ada 4 karakter khusus yang mencirikan Islam Nusantara, 4 karakter khusus yang menjadi ciri utama Islam Nusantara menurut Gus Adib sebagai berikut;
“Islam Nusantara memiliki ragam karakteristik filosofis dan metodologis yang khas. Sebut saja, misalnya: 1. Kerangka berpikir dialektis antara pelestarian (al-muhafazhah) dan akomodasi perubahan” (al-akhdzu); 2. Penggunaan ‘urf dan maslahah serta ragam kaidah ushuliyyah dan fiqhiyyah lainnya dalam memahami dan menerapkan teks Alqur’an dan Hadis untuk konteks sosial-budaya Nusantara; 3. Penggunaan hasil ijtihad dan pendapat para ulama sebagai acuan referensial untuk pengembangan, di satu sisi, dan jaminan kesinambungan mata rantai (sanad) keilmuan, di sisi yang lain; dan 4. Sikap moderat (tawassuth) yang memberi jalan bagi adanya sikap seimbang (tawazun) antara teks dan konteks, serta sikap toleran-akomodatif (tasamuh) terhadap realitas sosial-budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan dari belahan dunia manapun.” Terang Gus Adib di jurnal yang ia posting di media halaman pribadi milik Rektor UNIQ ini pada Tahun 2018 silam.
Alumni UGM Yogjakarta ini menambahkan Islam Nusantara bukan konsep yang baru, ia mengatakan Islam Nusantara sudah mengakar menjadi struktur berpikir para ulama Nusantara sejak priode islamisasi di Nusantara.
“Sementara sebagai realitas empiris, Islam Nusantara bukanlah sebuah konsep baru. Usianya sudah setua usia Islam di Nusantara sendiri. Sekalipun baru di teorisasikan, substansinya sudah mengakar dalam struktur berpikir umat Islam di Nusantara, terutama para ulama kita”. Tambahnya.
Selain itu, Gus Adib juga menambah gagasan Islam Nusantara bukan konsep Islam yang hanya di miliki oleh satu golongan atau ormas tertentu di Indonesia. Akan tetapi sebagai manhaj Islamiyah, menurutnya Islam Nusantara dimiliki oleh semua golongan yang ada di Nusantara.
“Oleh karena itu, Islam Nusantara tidak eksklusif untuk golongan tertentu. NU pun tidak bisa mengklaim Islam Nusantara sebagai miliknya. Karena Islam Nusantara adalah milik semua orang dan golongan yang hidup di kawasan geografis yang bernama Nusantara, dengan segala keragaman unsur-unsur budayanya”. Imbuhnya.
Menurut Gus Adib. melestarikan dan mewariskan ajaran Islam Nusantara kepada generasi hari ini merupakan keharusan tugas yang dimiliki oleh semua pihak.
Beliau berharap gagasan Islam Nusantara tak hanya menjadi konsep gagasan pemikiran Islam yang membumi di Indonesia melainkan juga dapat menjadi basis ide yang mengilhami gerakan perubahan menuju kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
“Adalah tugas kita semua untuk terus mengembangkan Islam Nusantara dan mewariskannya kepada generasi berikutnya. Ini tidak bisa ditawar lagi, agar Islam Nusantara tidak hanya menjadi konsep yang selalu membumi dan aktual semata, tetapi juga menjadi basis ideologis gerakan transformatif untuk menyejahterakan kehidupan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan ekologi,”. Ungkapnya
Selain itu Rektor UNIQ ini juga berpesan untuk tidak mempersoalkan pihak yang menolak gagasan Islam Nusantara dan mendahulukan sikap yang Arif dalam menyikapi pihak yang menolak konsep pemikiran Islam Nusantara ini.
“Terhadap mereka yang menolak Islam Nusantara, sebaiknya kita bersikap proporsional. Memang benar bahwa beberapa di antara mereka memakai ungkapan yang tidak pantas, semisal “sesat, ANUS (Aliran Nusantara), JIN (Jemaah Islam Nusantara) coret dan sebagainya; atau ungkapan yang simplifikasi, semisal pemikiran liberal, anti-Arab, tidak ada dalam Alqur’an dan Hadis, dan sebagainya. Tetapi membalas mereka dengan tindakan serupa sepertinya kontraproduktif”. Tutup Dr. Muhammad Adib,.M.A. Rektor Universitas Islam Al Qolam Malang dalam jurnal tulisan pribadi tentang Manhaj/Metodologi Islam Nusantara pada tahun 2018 silam yang dikutip Pojokdesa.id. Pontianak. Minggu, (01/06/2025).
Ditulis ; Robyanto.
Pimpinan Redaksi Pojokdesa.id.